Jejak cerita – Masyarakat Indonesia tampaknya memiliki keterikatan yang kuat dengan pusat perbelanjaan modern atau mal, sebuah fenomena yang semakin jarang ditemui di negara-negara maju. Di negara-negara maju, minat terhadap mal dan pusat perbelanjaan besar semakin menurun, terutama setelah dampak pandemi Covid-19 yang merubah banyak aspek kehidupan sehari-hari. Namun, di Indonesia, mal tetap menjadi destinasi favorit bagi banyak orang, sebuah kontradiksi yang menarik perhatian.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Kepala Badan Kebijakan Perdagangan, Kasan, baru-baru ini mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia masih memiliki ketertarikan yang besar terhadap mal. “Di beberapa negara maju, fenomena ritel modern di area-area gedung yang skala besar itu mulai ditinggalkan. Hanya mungkin di beberapa negara, termasuk masyarakat di Indonesia, fenomena gaya hidup mal itu masih besar,” ujar Kasan dalam acara yang bertajuk “Transformasi Ritel Modern di Era Digital: Peluang dan Tantangan” yang diselenggarakan di Jakarta Pusat pada Rabu, 14 Agustus 2024.
“Baca juga: KAI Meluncurkan Promo Menarik untuk HUT RI ke-79”
Pandemi Covid-19 telah membawa perubahan besar dalam pola belanja global. Dengan penutupan banyak fasilitas umum dan pembatasan sosial, banyak orang mulai beralih ke belanja online sebagai alternatif. “Pada saat itu, toko-toko ritel modern, termasuk di dalamnya, sudah jarang didatangi orang. Pelan-pelan, terjadi transaksi secara online,” jelas Kasan. Perubahan ini sempat membuat belanja online menjadi tren dominan, terutama selama masa puncak pandemi ketika interaksi fisik sangat terbatas.
Namun, setelah pandemi mereda, tampaknya minat terhadap belanja fisik di mal mulai kembali bergairah. Kasan mencatat bahwa fenomena ini juga terlihat dalam rutinitas sehari-hari, seperti saat mencari sarapan pagi pada hari libur. “Setiap hari libur mau cari sarapan pagi, masih lebih banyak yang antri secara fisik. Tidak beli online,” ujarnya, menunjukkan bahwa ada kecenderungan yang kuat untuk kembali ke belanja fisik daripada bergantung sepenuhnya pada platform online.
Meskipun belanja online sempat mengalami lonjakan selama pandemi, kontribusinya terhadap total transaksi ritel masih dianggap belum signifikan. Kasan menjelaskan, “Kontribusi belanja online juga belum signifikan terhadap total transaksi ritel. Transaksi secara online, termasuk di ritel modern, belum seberapa dibandingkan dengan keseluruhan sektor ekonomi.” Ini menunjukkan bahwa meskipun belanja online berkembang, mal dan pusat perbelanjaan fisik masih memiliki peran penting dalam ekonomi ritel.
Dengan adanya perubahan dalam pola belanja, baik secara fisik maupun online, Kasan berharap diskusi seperti ini dapat memberikan gambaran jelas mengenai arah transformasi ritel modern. “Acara diskusi ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai arah transformasi ritel modern, entah itu tetap mengikuti status quo sebelum COVID-19 atau beradaptasi dengan kondisi baru,” tuturnya.
“Simak juga: Kenaikan Cukai dan Dampaknya terhadap Pasar Rokok Ilegal”
Secara keseluruhan, perbedaan pola belanja antara Indonesia dan negara-negara maju mencerminkan dinamika yang terus berubah dalam dunia ritel. Sementara negara-negara maju menunjukkan penurunan minat terhadap mal besar, Indonesia masih menunjukkan kecenderungan yang kuat terhadap pengalaman berbelanja fisik. Pandemi telah mempercepat adopsi belanja online, tetapi mal tetap menjadi pilihan utama bagi banyak orang.
Dalam konteks ini, penting bagi pelaku industri ritel untuk memahami perubahan ini dan menyesuaikan strategi mereka agar tetap relevan. Baik itu dengan mengadopsi teknologi digital atau memperkuat pengalaman belanja fisik, kunci keberhasilan adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan kebutuhan dan preferensi konsumen yang terus berkembang.